Aku berlari menantang teriknya matahari, ingin rasanya cepet-cepat tiba di rumah. Bagiku rumah adalah tempat terdamai di dunia. Aku sudah muak dengan hiruk pikuk kegiatan kota metropolitan yang padat. Mulai dari kemacetan lalu lintas, orang kantoran yang sangat sibuk lalu lalang, sampai tindakan kriminal yang sering terjadi di jalan. Aku sempat berpikir mengapa orang-orang betah tinggal di kota yang sempit ini sedangkan wilayah Indonesia kan luas. Lihat pulau kalaimantan, pulau-pulau lain yang jarang penduduknya. Daripada dicaplok Negara lain bukankah lebih baik kita yang mengelola? Aku teringat perkataan guru pendidikan kewarganegaraanku tadi pagi.
Lupakan soal kepadatan penduduk, itu bukan urusanku. Yang terpenting bagaimana aku bisa sesegera mungkin tiba di rumah. Mengganti pakaian seragamku yang basah oleh keringat dan sejenak bersantai sambil mengibaskan kipas dari anyaman bambu, bagiku itu adalah cara bersantai yang paling asik. Aku terbayang aroma tempe orek dan sambal tomat biinan emak, itu adalah makanan pavoritku. Makan dulu apa santai dulu ya? Aku jadi bingung. Apa ya namanya? Galau ya? Tapi aku galau bukan karena cinta, membayangkan aku mendapatkan cinta dari seorang kekasih pu aku tak berani. Aku lelaki normal tapi aku sadar dengan keadaan ekonomi keluargaku. Aku bisa bersekolah karena program beasiswa dan setelah aku lulus nanti, hal yang akan ku lakukan adalah membahagiakan emak. Saat teman-teman seusiaku merayakan sweet 17 di sebuah café mewah, aku cukup merayakan dirumah bersama emak, bapak, dan adik perempuanku yang baru menginjak masa puber. Tapi itu membuatku puas. Untuk apa aku memaksakan diri untuk mengikuti gaya hidup yang tak cocok untukku? Pamer? Supaya dibilang hebat?
Aku hampir tiba di rumah, aku bertemu bapak membawa sebuah sepeda di ujung gang.
“sepeda siapa ini pak?” tanyaku penasaran.
“sepeda kamu.” Bapak menjawab sambil tersenyum.
“bapak membelikan aku sepeda?” aku bingung.
“iya, ini hadiah ulang tahunmu yang ke-17. Maaf, bapak tidak bisa memberikan hadiah yang lebih baik dari sepeda bekas ini.”
Aku terdiam tidak percaya. Sudah lama aku bermimpi mempunyai sebuah sepeda untuk kubawaa ke sekolah. Dengan sepeda ini, aku akan mendapatkan uang lebih banyak. Aku tidak perlu lagi berjalan puluhan kilometer untuk menjajakan susu kedelai buatan pak haji. Aku bisa menggunakan sepeda ini untuk berjualan.
Aku langsung menyambar sepeda itu dan mengayuhnya sampai rumah. Ak lupa aku mencium tangan bapak sebagai ucapan terima kasih.
“EMAK.. EMAK.. SEKARANG BAYU PUNYA SEPEDA.. “ aku besorak kegirangan.
Emak yang sedang membuat gado-gado pesanan ibu-ibu tetangga kulihat hanya tersenyum lebar melihatku bahagia.
“sudah sana, kamu ganti baju terus makan. Emak buatkan kamu sambal goreng tempe.” Emak menyuruhku untuk makan.
“oke mak.”
Aku masuk ke dalam rumah kemudian langsung menuju halaman belakang untuk mengambil kaos dan celana yang tergantung di tali jemuran.
BERSAMBUNG
follow me on twitter: @Zukhuu