--- dua minggu kemudian ---
Hari ini majalah bintang kejora terbit. Vina mengambil BlackBerry kesayangannya dan menulis dalam akun twitternya “hari ini majalah kesayangan gw terbit uuuuhh.. gak sabar dech mau baca.” Kalimat yang terkesan dibuat-buat dan bagi sebagian orang menganggap kalimat itu adalah kalimat ‘alay.’ Entah tak ada yang tahu sejarahnya kapan istilah alay ditemukan. Tak ada fakta yang mendukung, tak ada buku yang merekam perjalanan penemu alay dan juga tak ada prasasti-prasasti yang ditemukan oleh arkeolog bertuliskan kata alay. Semua berlangsung secara alamiah seperti perubahan warna daun menjadi kuning yang kemudian gugur. Tak ada yang tahu pasti kapan tepatnya perubahan itu terjadi, namun semua itu terjadi terjadi berlangsung karena proses alamiah. Mungkin demikian halnya dengan istilah alay.
Lupakan soal alay, hari ini Vina sangat antusias menyongsong hari baru dalam hidupnya. Karena pada hari ini lembaran baru akan dimulai, dimana ramalan bintang berkata, maka gadis itu akan berbuat. Istilah yang pantas bukan untuknya?
Ia berangkat kuliah dengan riang gembira. Melebihi kegembiraan sponge bob yang bermain dengan ubur-ubur. Tak lupa ia menyempatkan diri untuk membeli sebuah majalah kesayangannya. Ia tak peduli dengan headline majalah itu, apalah itu tentang artis yang terjerat kasus narkoba, atau berita up to date tentang artis yang akan menikah dengan selingkuhannya, Vina tak peduli. Ia langsung membuka halaman demi halaman dengan mata bergerilya mencari rublik ramalan bintang dan taraaaa.... halaman yang dicarinya pun ditemukan. Tanpa banyak pertimbangan, kata demi kata dibaca dan diingat dalam memory otaknya. Tak lupa untuk menanamkan dalam hati agar lebih afdhol. Tak ada satupun ramalan itu dilewatkannya. Semua dilaksanakannya dengan kepatuhan yang tinggi layaknya seorang siswa sekolah dasar yang mengerjakan pekerjaan rumah karena takut dihukum berdiri di depan kelas oleh gurunya.
Hari terus berlalu tanpa meninggalkan jejak yang tampak. Hanya kenangan yang tersisa dalam sanubari seorang anak manusia. Gadis cantik itu masih terus melakukan hal yang sama tentang ramalan. Ia sangat mempercayai ramalan itu karena selama ini ramalan itu kebetulan tepat.
Minggu ini terasa berbeda. Awan hitam seakan setia menyelimuti bumi, namun tak ada rintikan air yang jatuh. Hanya awan kelabu.
Kriiing…
Suara sepeda loper Koran langganan Vina datang membawa kabar gembira. Ia membawa majalah bintang kejora kesukaan Vina. Sudah beberapa minggu ini ia langganan majalah itu pada sebuah agen Koran agar ia tak perlu bersusah payah mengunjungi tempat menjual majalah. Dengan antusias ia membuka pagar dan mengambil majalah laknat itu. Disana tertulis bahwa sagitarius tidak boleh pergi keluar rumah pada hari libur karena akan menuai celaka. Siapa yang akan percaya? Namun Vina mempercayainya. Walhasil ia bertekad tak akan keluar rumah pada hari ini apapun yang akan terjadi.
Mama tolonglah, aku sedang bingung. Pusing kepalaku memikirkan dia. Aku yang selalu terus disakitinya.
Lagu dokter cinta itu mengalun dengan lantang dari speaker ponsel Vina. Segera ia mengambil ponselnya yang ternyata panggilan dari sang Ayah. Vina mendapat kabar duka hari ini, Ibunya di Jepang masuk rumah sakit saat ia menemani Ayah mengurus bisnisnya, dan kondisinya kritis. Ayahnya meminta agar Vina segera menyusul ke Jepang saat itu juga. Namun Vina tegas menolak. Bukan karena ia tak sayang dengan Ibunda, namun ramalan bintangnya minggu melarang ia untuk bepergian.
Ayah: “Sungguh egois. Persetan dengan ramalan, dan kalaupun ramalan itu benar adanya, tak adakan niat untuk berkorban demi mengurus Ibumu yang sedang sakit? Sebagaimana ia telah berkorban dengan jiwa dan raganya untuk mengurusmu hingga sekarang ini. Bangun ditengah malam hanya untuk mengganti popok yang basah atau saat kau sakit ia tetap terjaga untuk memberikan kompres agar suhu badanmu kembali normal. Tak maukah kamu berkorban demi Ibumu? Ayah kecewa denganmu Vina”
Vina: “Bukan maksudku begitu Ayah, aku hanya tak ingin mendapat celaka ketika aku pergi keluar rumah.”
Ayah: “Ayah tak habis pikir dengan jalan pikiranmu. Terserah lah, asal kau jangan meyesal di kemudian hari.”
Vina: “Aku pasti berangkat Ayah. Tapi tidak hari ini, besok pagi aku akan langsung berangkat ke jepang untuk melihat kondisi Ibu.”
---Keesokan harinya ---
Vina menepati janjinya kepada sang Ayah. Namun saat ia hendak menunggu taksi untuk membawanya ke bandara, ponselnya bordering. Ia berbicara dengan orang diseberang sana dengan sangat serius, yang ternyata panggilan itu dari Ayah. Ayah mengabarkan bahwa Ibu telah tiada. Ibu dipanggil sang pencipta beberapa menit yang lalu.
Gadis cantik itu tak percaya, ia beteriak histeris di depan pagar rumahnya. Seketika tetangga berhamburan keluar rumah karena penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Seorang Ibu tetangga berusaha memenangkan Vina dari hysteria kesedihannya, namun tak berhasil. Ia berlari kedalam rumah dan menangis tersedu-sedu. Lantai kamarnya berserakan tisu bekas menghapus air mata. Bosan menangis diatas kasur, ia pun beranjak ke kamar mandi dan menanis dibawah pencuran shower seperti dalam sinetron.
Ia sendiri. Tak ada yang menemani. Ayahnya masih sIbuk di jepang untuk mengurus administrasi pemulangan jenazah Ibunya. Sahabat baiknya santy sedang pulang kampung ke Boyolali untuk mengurus pernikahan kakaknya. Jadilah ia sebatang kara, tak ada tempat untuk bercerita. Ia sungguh menyesal tak dapat menemani Ibunya disaat terakhir karena ia lebih mempercayai ramalan.
Akhirnya Vina memutuskan untuk jalan-jalan seorang diri. Tak ada tujuan yang pasti, ia hanya mengikuti kemana kakinya melangkah. Tibalah ia pada sebuah cafe, sekedar untuk membasahi tenggorokan yang kering, ia memesan ice lemon tea kepada seorang pramusaji. Namun ia tak juga meneguk minuman itu, sampai es itu hambar karena terus diaduk. Tatapannya kosong, sesekali ia memerhatikan sepasang muda mudi yang sedang asik bercengkrama, dan sebuah keluarga kecil yang sedang menikmati makan siang mereka dengan lahap. Vina iri dengan mereka.
Sudah lima hari Vina tak makan dan minum, Ia hanya mengurung diri dikamar. Penampilannya pun tak terawat dengan rambut yang acak-acakan. Saat terbangun, Vina mendapati dirinya berbaring dalam sebuah ruangan yang asing. Ya, ia kini dalam kamar rawat rumah sakit. Bi Inah, pembantunya yang menemukan dirinya tergeletak pingsan dalam kamarnya. Dengan dibantu tetangga, akhirnya ia dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis.
Vina sangat menyesal telah mempercayai ramalan secara membabi buta. Ia telah sadar dan tak akan mengulanginya lagi. Orang tua kandungnya kini hanyalah sang Ayah dan Vina bertekad akan membahagiakan Ayahnya. Orang tua yang masih setia menyayanginya.
--- tamat ---
Created by: Zulfahmi Khairul Umam.