My Adventure Diary (1)


Sebagai anak muda yang darahnya sedang bergejolak tentu bepergian ke suatu tempat di alam liar, mengeksplorasi keidahan dan rahasia alam adalah hoby bagi sebagian orang. Saya katakan sebagian karena tidak semua orang menyukai kegiatan ekstrim tersebut. Tidak bisa kita memaksakan kegemaran kita kepada orang lain, karena masing-masing individu memiliki kepribadian yang berbeda. Menurut yang saya baca dari beberapa artikel di internet, orang yang lahir pada tanggal 6 adalah mempunyai jiwa sebagai pecinta alam. Ya, itu hanyalah sebuah perkiraan yang mungkin benar, dan mungki juga salah. Patutkah apabila kita meyakini perkataan manusia tentang nasib dan kehidupan sedangkan kita sama-sama manusia yang berlumuran dosa?? Tidak ada sesuatu yang pasti dalam dunia ini kecuali kekuasaan tuhan dan perubahan.

Terlepas dari prolog diatas, saya (penulis) ingin menyalurkan hoby menulis saya yang terpendam selama beberapa hari karena terhalang rasa malas. hoby tapi malas?? ahahaha. #abaikan. Ya, ide cerita ini saya biarkan beberapa hari ini hanya berseliweran diatas kepala saya seperti nyamuk-nyamuk nakal yang akan mencuri darahku. *Hah??. Dalam cerita kali ini, penulis menggunakan sapaan Gue biar keliatannya anak gaul. Bukan maksud untuk mengekor atau meniru penulis senior manapun, tapi sepertinya menggunakan kata Gue lebih ngena dan seakan-akan kita ikut merasakan semua peristiwa dalam cerita tersebut. selain itu saya juga tidak perlu repot mencari nama pengganti untuk tokoh-tokoh dalam cerita ini. Betul tidak??. dan Saya ingatkan cerita ini hanyalah fiktif belaka.

#My Adventure Diary (Part 1)
 
Pada hari minggu ku turut ikut teman-teman Gue berkelana mendaki gunung. Kegiata gila yang Gue lakukan kali ini bukanlah untuk mengeksplorasi alam, bukan pula dalam rangka kampanye peduli lingkungan, namun kegiatan kami kali ini untuk mencari makhluk gaib. Ya, makhluk gaib yang biasanya berkumpul di suatu tempat angket dekat kawah merapi. Tempat orang-orang putus asa mengadu nasib mencari kekayaan dan kejayaan. Kami hanya ingin mendokumentasikan sosok makhluk gaib yang biasanya hanya kami lihat di layar televisi pada acara uji nyali atau mereka yang ikut ambil bagian dalam produksi film layar lebar. Kami melakukan itu untuk acara lomba essay. Kami ingin menampilkan performa terbaik dengan tema unik.

Berangkat pagi hari sebelum matahari terbit kami pilih untuk menghindari kemacetan ibukota yang padat ini. Rudy yang berperan sebagai supir memacu kendaraan kami dengan sangat kencang mengalahkan kecepatan kereta api mainan di pasar malam. Gue bersama empat orang teman, Andre, Rudy, Sarah, dan Nita. Dalam perjalanan, kami bukannya berdoa meminta keselamatan malah curhat masalah pribadi. Dasar anak-anak cacad, umpat Gue dalam hati. Bisa-bisa acara petualangan kami kali ini malah berubah menjadi acara galau bebas dialam terbuka.

Perjalanan panjang tiada terasa telah kami lewati, menikmati pemandangan pedesaan dengan hamparan padi yang mulai menguning bak permadani seakan-akan menyambut kami untuk tidur diatas padi itu. Warna kuning yang belum merata menjadikan gradasi warna yang indah ciptaan tuhan. Sungai-sungai yang membelah dua kampung mengalir air yang sangat jernih ditambah wanita muda yang sedang mencuci pakaian plus menggunakan kain yang dililitkan sekitar dada semakin menambah keindahan perjalanan kami.

Kami tiba pada hutan belantara yang tidak ada penduduk dan penerangan sama sekali, bahkan mobil kami pun sudah tidak mampu menembus hutan tersebut. Akhirnya kami memutuskan untuk berkemah di tempat itu mengingat hari sedah malam. Menurut Andre, waktu yang dibutuhkan untuk ke tempat angker yang kami tuju adalah dua jam dengan berjalan kaki.

Terus terang Gue gak bisa tidur malam itu, bayangan film horror asli Indonesia menghantui pikiran gw. Gue membayangkan satu persatu diantara kami akan mati dengan cara yang mengenaskan, entah itu tertancap bambu runcing, diseret setan sampai terperosok ke jurang, atau terjerat akar pohon hingga tergantung dan kemudian setan disana membunuh teman kami yang tergantung dengan menancapkan kukunya yang sangat panjang. Hanya tersisa satu diantara kami yang selamat untuk menjadi saksi hidup. Itulah yang selalu terbayang dalam pikiran Gue. Tidak salah, memang selalu begitu kan cerita film horror Indonesia?

Suara ayam hutan mulai berkokok tanda hari menjelang pagi. Membuat perasaan Gue sedikit lega, setidaknya setan, hantu, dan familynya tidak akan menampakan wujudnya saat matahari mulai menunjukan kejayaannya. Membuat sarapan, mie rebus, kopi 3in1 yang semuanya serba instan, cukup mengisi perut kami yang kosong dan untuk cadangan energi hingga jam makan siang tiba. Walaupun ini dialam terbuka, kita juga tidak boleh melupakan kesehatan, terutama pola makan 3 kali sehari harus tetap diperhatikan (menurut teori Gue).

Selesai makan, kami bergegas merapikan tempat perkemahan kami, memisahkan sampah organik dan anorganik dalam wadah yang berbeda. Kemudian sampah anorganik akan kami bawa kembali ke Jakarta atau akan kami buang di jalan bebas hambatan. Karena kita harus tetap menjaga kebersihan lingkungan dimanapun kita berada. Tanpa mandi, kami langsung berjalan kearah tempat angker itu. Kami akan mandi di sungai yang mengalir disana, tempat para manusia putus asa memenuhi persyaratan pesugihan dengan berendam dalam aliran sungai semalaman.

Mobil kami tinggalkan, menurut Andre, disini tidak akan ada curanmor. Cukup beralasan, orang yang melewati tempat ini tidak mungkin terpikir untuk membawa perkakas bengkel untuk mencuri mobil kami saat mereka berangkat dari rumah. Dan jarak dengan perkampungan penduduk sangat jauh. Akhirnya mobil beroda empat yang penuh kenangan bersama kawan itu kami tinggalkan sendirian.

Dua jam lebih berjalan kaki, melebihi rencana awal. Akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Aroma kemenyan dan bunga tujuh rupa yang bertebaran dimana-mana menambah kesan mistik tempat ini. Saat kami melalui sebuah gapura, mungkin itu gapura selamat datang, sebuah tulang kepala manusia dengan gaya coolnya menyambut kami. Gue berpikir darimana tengkorak itu? Jangan-jangan kuncen disini mencuri dari laboratorium Biologi sekolah Gue, karena alat peraga disana hilang kepalanya. Atau tulang kepala manusia yang menyambut kami itu adalah tulang manusia yang dibunuh makhluk gaib disini dan dijadikan hiasan gapura? Entahlah, semua kemungkinan bisa terjadi.

Yang pertama kali kami lakukan adalah mencari tanah yang datar dan luas tempat mendirikan kemah. Ya, kami akan berkemah di tempat itu. Ingat tujuan kami, mencari makhluk gaib, sukur-sukur kami bisa mewawancarai orang yang mencari kekayaan. Setelah mendirikan tenda, kami mandi di sungai. Sungai yang sangat jernih airnya, Sarah dan Nita di sebelah selatan, sedangkan Gue, Andre, dan Rudi di sebelah utara.

Kami berpencar karena takut terjadi hal-hal yang diinginkan ketika melihat kemolekan tubuh para wanita itu.
Gue, Andre, dan Rudi langsung menenggelamkan diri dengan membuka seluruh pakaian ditubuh kami, air yang sangat jernih mengundang kami untuk segera mandi. Gokil, kami bukan lagi anak SD yang belum akil baligh, kami sudah mahasiswa yang sudah dikatakan dewasa, tapi tanpa malu kami mandi bersama seperti anak kecil karena masa kecil kami di kota yang kurang bahagia.

Saat Andre dan Rudy sedang asik bermain air, Gue memisahkan diri dari mereka karena Gue ingin sendirian berendam sambil terapi air. Beberapa saat Gue yang sedang menikmati suasana, tiba-tiba punggung Gue seakan-akan ada yang mengelus. Terasa sentuhan jemari yang sangat halus sehingga membuat gairah muda gw sedikit terpancing. Saat itu Gue belum berani membalikan badan, yang membuat Gue semakin penasaran. Apakah itu ulah Rudy dan Andre yang sengaja berniat berbuat usil, idih amit-amit. Ataukah sentuhan jemari yang halus itu milik Sarah atau Nita yang rindu belaian?? Entahlah, Gue juga bingung.


BERSAMBUNG

..nantikan lanjutan ceritanya ya
..terima kasih 
1 Response
  1. #blogwalking

    nice blog :)
    walking back yaa


    Pengikut