Persahabatan Dua Pelacur (1)

Hubungan persahabatan yang kental adalah milik setiap orang, termasuk pelacur sekalipun. Ya, dua orang pelacur sebut saja mawar dan melati. Mengadu nasib di perantauan, kota Jakarta si metropolitan yang bagi sebagian orang menjanjikan banyak kemewahan dan keindahan, bahkan kesuksesan. Berangkat dari kampung halaman, sebuah kota terpencil di pojok pulau jawa yang bahkan kampung tersebut tak tercantum namanya dalam atlas.

Berangkat bermodal nekat dan rasa penasaran dengan suasana ibukota. Bahkan mereka tak tahu apa pekerjaan yang akan mereka tekuni setelah sampai di Jakarta. Hanya mengantongi ijasah Sekolah Dasar negeri dan sedikit keahlian merias diri cukup membuat mereka puas. Satu kesalahan pandangan orang desa, mereka menganggap ibukota adalah lahan empuk untuk mengais rezeki. Justru kebalikannya, mereka yang akan dimanfaatkan oleh sebagian oknum yang tidak bertanggung jawab. Mereka yang akan dijadikan sasaran empuk tindakan penipuan misalnya. Atau oknum-oknum tersebut yang menjadikan mereka harta berjalan yang siap dikeruk dalam sekejap (perampokan). Atau yang lebih kejamnya lagi, orang-orang miskin skill tersebut siap untuk diperjual belikan layanknya barang dagangan. Atau mereka yang menjajakan dirinya sendiri sebagai pemuas nafsu ABG bejad atau para pria hidung belang.

Mawar dan Melati akhirnya sampai di Jakarta. Sampai di stasiun gambir saja mereka kebingungan mencari pintu keluar, bagaimana mungkin mereka bisa menempuh kehidupan baru di kota besar ini.

Susah payah, bertanya sana sini, akhirnya mereka bisa menemukan pintu keluar dan mereka bergegas mencari rumah kontrakan super murah untuk mereka tinggal sementara sebelum mereka mendapatkan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga. Ide untuk menjadi pembantu rumah tangga tiba-tiba saja tersirat dalam pikiran melati saat diatas gerbong kereta api.

Wajah yang tampak kebingungan dan sama sekali tak tahu arah adalah pertanda orang pendatang. Inilah yang menjadi sasaran ‘abang preman bertato macan’ yag biasa mencari mangsa di tempat keramaian. Dan benar saja, dalam sekejap tas mawar yang berisi sejumlah uang dan pakaian ganti telah raib digondol preman. Mereka berteriak meminta tolong tetapi tak ada seorangpun yang bersedia membantu mereka. Mungkin takut, mungkin juga orang-orang disekitar mereka sudah saling mengenal dan ‘tahu sama tahu.’ 

Inikah Jakarta? Kota dengan sejuta kemewahan dan sejuta penduduk yang memiliki keegoisan tinggi? 



BERSAMBUNG

penasaran?? 
nantikan lanjutan ceritanya yaa.. :)
0 Responses

    Pengikut