Retak

Tulisan ini adalah sebuah cerita dari seorang pemuda yang sedang dirundung kekecewaan. Saat ia mengetahui sahabat baiknya tak ada sedikitpun niat untuk berbagi kebahagiaan kepadanya, dan kekecewaan itu bertambah dalam, saat poin penghargaan dalam mata kuliah bahasa Indonesia, sama sekali tidak membantu untuk mendongkrak perolehan nilainya. Poin itu hanyalah sebuah pemanis dalam proses perkuliahan tanpa ada pengaruhnya dalam nilai akhir.

--- skip ---

Hal utama yang membuatnya kecewa adalah tentang seorang sahabat. Seorang sahabat yang telah memproklamirkan hubungan persahabatan mereka adalah menjadi hubungan persaudaraan. Janji selalu bersama dalam suka maupun duka, janji saling melengkapi, janji saling mengerti, adalah untaian janji-janji manis yang terucap saat hubungan persaudaraan mereka mulai terikat.

Hidup adalah perjuangan untuk menyelesaikan masalah. Masalah dengan diri sendiri (konflik batin) atau masalah dengan sesama manusia. Dalam kuliah pengantar manajemen, dijelaskan bahwa masalah adalah sesuatu hal yang tidak sesuai dengan harapan. Saat dua orang sahabat menyatakan “kita sahabat” ada sebuah cahaya harapan yang tampak dari wajah mereka. Saat dua orang menyatakan “kita bersaudara” ada sebuah cahaya kegembiraan yang tampak, dan berharap kegembiraan ini bukan hanya sesaat, tetapi untuk selamanya.

Namun semua itu hanyalah harapan belaka, saat waktu merajai sendi-sendi kehidupan, maka waktu itu akan berusaha membuat jarak yang sangat renggang dalam hubungan persahabatan mereka.  Sebuah sikap egois yang tampak akan membuat jarak itu semakin nyata. Dahulu, mereka selalu bersama dalam duka, meratapi nasib yang ‘kebetulan’ selalu sama, apapun itu, sedih dan senang. Namun lain halnya setelah salah satu diantara mereka telah menemukan kebahagiaan. Apakah tak ada niat untuk sekedar memberi tahu?? Ah, aku rasa tidak.

Dalam kesedihan, kebimbangan, dan kegalauan, mereka selalu bersama karena nasib yang telah menentukan kesamaan cerita diantara mereka. Namun setelah salah satu dari mereka telah terbebas dari belenggu kebimbangan dan bersuka cita dalam pesta yang berkilauan cahaya, ia tidak memberi tahu sahabatnya. Itu yang membuat sang pemuda merasa kecewa. Bukan merasa sok penting, tetapi haruskah ia tahu dari mulut orang lain dan haruskah ia mencari tahu sendiri dari obrolan sahabatnya dengan orang lain?? Padahal beberapa waktu yang lalu, mereka bersama dalam duka. Sang pemuda bukan kecewa lantaran perbuatan iseng sahabatnya, tetapi ia hanya kecewa dengan sikap diam yang dilakukan sahabatnya. Ya, hanya itu. Tak ada yang lainnya.

--- skip ---

Seorang penulis akan merasa sangat kecewa saat karya yang ia buat selama beberapa lama ternyata telah diselesaikan oleh orang lain, bukan dengan tangannya sendiri.
Begitu halnya dengan penikmat novel Harry Potter, dimana novel itu memiliki ratusan halaman yang baru akan habis dibaca dalam beberapa hari, juga akan merasa kecewa bila orang lain telah menceritakan secara gamblang dan tanpa diminta akhir dari cerita itu saat rasa penasaran pembaca atas akhir cerita itu sedang menggebu-gebu.

Note:
Maaf aku telah membuatmu kecewa sobat. Mungkin ini adalah sifat keegoisanku yang belum jua hilang.
Dan yang terpenting semoga kamu mengerti makna dari tulisan ini. 

MAAF
0 Responses

    Pengikut